This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 27 Maret 2020


Minggu, 15 November 2015

Kenapa Saya Harus Menulis


Kenapa Saya Harus Menulis?
Oleh Olyvia Tahta Alvina

Sahabat yang saya cintai karena Allah.. 
Pada postingan saya kali ini, saya akan membahas tentang alasan kenapa saya harus menulis. Berawaldari keikutsertaan saya bersama keluarga baru saya di Kelas Menulis Online (KMO) 4 yang diasuh oleh Pak Tendi Murti akhirnya terlahirlah artikel ini sebagai hasil belajar saya pada minggu pertama di KMO 4 ini.

Sahabat yang saya cintai karena Allah,
Saya akan paparkan tiga alasan utama kenapa saya harus menulis:

Pertama,  Menulis berarti mengikat ilmu
Ada sebuah pepatah dalam Bahasa Arab yang berbunyi:
العلم صيد والكتابة قيده. قيد صيودك بالحبال الواثقة
Artinya:
“ Ilmu itu bagaikan sebuah binatang buruan dan tulisan bagaikan pengikatnya. Maka, ikatlah buruanmu dengan pengikat yang kuat. “
Maksud dari pepatah di atas adalah jika kita ingin mengikat binatang buruan kita tentu kita membutuhkan tali yang kuat. Semakin besar binatang buruan yang kita inginkan, maka tali yang dibutuhkan pun harus memadai.
Begitupun dengan sebuah kata bernama “ILMU”. Kita memburu ilmu, lantas adakah tali untuk mengikat ilmu tersebut agar tidak hilang begitu saja? Saya akan menjawab, ada! Ya, TULISAN ! Mengapa harus tulisan?!! Semakin banyak ilmu yang kita peroleh, maka otak kita semakin penuh untuk menampung semua ilmu tersebut. Otak kita ibaratkan sebuah gelas yang terisi penuh dengan air. Apabila kita memaksa untuk mengisi gelas tersebut dengan air lagi, maka apa yang kan terjadi? Ya, air kan tumpah keluar dari gelas. Sama halnya dengan ilmu yang kita paksakan untuk masuk, dia akan keluar dari otak, alias ingatan kita tentang ilmu tersebut akan hilang.
Lantas bagaimana supaya ilmu kita tidak hilang? Ya seperti yang telah saya sampaikan sebelumnya. MENULISLAH! Dengan menulis kita memiliki bukti bahwa kita pernah memiliki ilmu tersebut. Para sahabat di zaman Rasulullah SAW saja menuliskan hafalan Al Qur’an mereka dengan perjuangan yang bisa dibilang sangat sulit, karena pada zaman tersebut media tulis tidak secanggih zaman sekarang yang melimpah ruah ini. Mereka menulis di atas batu ataupun pelepah kurma. Hal ini dilakukan supaya hafalan mereka tidak mudah hilang. Lantas, bagaimana dengan kita yang sudah difasilitasi dengan berbagai macam media untuk menulis?!!

Kedua,  Menulis berarti menginspirasi
            Menjadi seorang penulis berarti dia menuangkan apa yang dia pikirkan ataupun berbagi pengalaman kepada orang lain yang membaca karyanya. Seseorang itu bisa dinilai kehebatannya melalui karya yang ia tulis. Sebuah buku yang bisa naik cetak hingga berkali-kali itu berarti hasil karyanya telah menginspirasi para pembaca. Ada pepatah Arab yang berbunyi:
خير الناس من أحسنهم خلقا و أنفعهم للناس
Artinya:
“ Sebaik-baik manusia adalah yang akhlaknya baik dan bermanfaat bagi orang lain. “
            Banyak hal yang bisa kita lakukan agar bermanfaat bagi orang lain. Salah satunya adalah melalui tulisan. Ketika kita menulis, tanamkan ke diri kita  bagaimana caranya tulisan kita ini bisa menginspirasi orang. Bagaimana caranya supaya tulisan kita ini bermanfaat bagi orang lain. Entah itu, membuatnya bersemangat dalam menjalani hidup, atau menambah ilmunya dan lain sebagainya.
            Banyak orang bisa berubah karena membaca sebuah karya tulis. Ada orang yang awalnya biasa saja berubah menjadi luar biasa. Ada orang yang awalnya berakhlak buruk tiba-tiba bertaubat setelah membaca sebuah karya tentang kematian. Atau ada lagi orang yang menjadi semangat menikah muda (padahal sebelumnya takut tidak bisa menafkahi anak dan istri) setelah mengetahui bahwaorang yang menikah rizkinya telah dijamin oleh Allah SWT.
Itulah kenapa saya katakan menulis berarti menginspirasi. Menginspirasi dalam tanda kutip menginspirasi tentang kebaikan. Maka, berhati-hatilah dalam menulis. Karena bukan hanya satu dua orang saja yang akan membaca tulisan kita. Apalagi zaman sekarang sudah semakin canggih. Bisa saja seluruh dunia akan membaca tulisan kita. Penerbit-penerbit karya tulis sudah bertebaran di mana-mana, bahkan kita bisa juga menerbitkan karya tulis sendiri. Saking banyaknya media cetak, sulit untuk menyortir tulisan yang terbit. Sehingga, tidak bisa kita pungkiri terdapat tulisan yang menginspirasi orang untuk berperilaku tidak baik. Sebagai seorang penulis, tugas kita adalah menebar kebaikan lewat tulisan kita. Ada orang yang sifatnya malu dan gugup berbicara di depan umum, ia bisa menyampaikan ilmunya lewat tulisan. Karena ilmu yang bermanfaat pun termasuk amal jariyah, amalan yang tidak akan terputus pahalanya, meski pemiliknya telah meninggal.
Seperti yang disebutkan dalam sebuah hadis:
إذا مات ابن ادم انقطع عمله إلا ثلاث: صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له
Artinya:
“Jika seseorang anak Adam meninggal, maka terputuslah semua amalannya kecuali tiga hal, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang mendo’akan kedua orangtuanya. “

Ketiga,  Menulis berarti mengeksiskan diri
            Sebagai contoh, kita mengenal ulama-ulama besar Islam yang telah lama wafat melalui karya tulis mereka. Dengan menyelami karya tulisnya, seakan-akan kita hidup pada masa itu.
Coba kita pikirkan sejenak,  jumlah penduduk di Indonesia ini ratusan jutaorang. Dan itupun kita tidak bakalan mengenal semuanya. Dan saya bagaikan titik hitam yang tergambar di peta Indonesia. TIDAK DIKENAL! Kalau bukan kita sendiri yang mengeksiskan diri, siapa lagi? Apa ada orang mau kita suruh-suruh untuk mengenalkan diri kita ke seantero dunia?
            Menulis untuk mengeksiskan diri tidak perlu menunggu inspirasi datang. Cukup tuangkan saja apa yang terjadi hari ini ke dalam tulisan. Cukup bagikan saja apa yang ada di pikiran lewat tulisan. Tidak perlu muluk-muluk dulu berangan untuk eksis di jagad raya. Meski penduduk dunia tidak mengenal kita, setidaknya lewat tulisan,  kita dikenal oleh anak-cucu kita. Terlalu banyak kenangan dan peristiwa yang terjadi di sekeliling kita. Otak kita tidak akan sanggup untuk menampung detail semua itu. Kalau ditanya,
“ Kenapa kamu tidak menulis kegiatan harianmu? “
“ Ingatanku kan kuat. Aku masih bisa mengingat semuanya. “
Kalau dipikirkan secara logis, kita tidak mungkin bisa mengingat semua peristiwa yang terjadi di hidup kita. Anggap saja umur kita 30 tahun, itu berarti ada 360 bulan yang telah kita lalui. Ada 10800 hari kita jalani. Belum terhitung jam, menit, detik yang kita lewati dengan berbagai peristiwa hidup. Coba bayangkan, seandainya kita tidak menulis kehidupan harian kita, lalu otak kita telah termakan usia yang menjadikan kita sulit untuk mengingat. Lantas, apa yang akan kita ceritakan kepada anak-cucu-cicit kita kelak??! Bagaimana cucu kita mengenal kakek-neneknya? Apakah lewat sebuah foto saja itu cukup untuk mengenal? Jelas tidak! Saya sendiri sangat menyayangkan kenapa zaman kakek-nenek saya dulu, tradisi menulis tidak nge-trend seperti sekarang. Sehingga saya tidak mengenal kakek-nenek saya secara detail. Karena memang mereka berdua meninggal jauh sebelum sebelum saya dilahirkan. So, saran saya, Biarlah tulisan yang berbicara dan dunia akan tahu bahwa kita pernah ada.
Semoga Bermanfaat.


            Istana Cinta, Ahad 15 November 2015





Kenapa Saya Harus Menulis


Kenapa Saya Harus Menulis?
Oleh Olyvia Tahta Alvina

Sahabat yang saya cintai karena Allah.. 
Pada postingan saya kali ini, saya akan membahas tentang alasan kenapa saya harus menulis. Berawaldari keikutsertaan saya bersama keluarga baru saya di Kelas Menulis Online (KMO) 4 yang diasuh oleh Pak Tendi Murti akhirnya terlahirlah artikel ini sebagai hasil belajar saya pada minggu pertama di KMO 4 ini.

Sahabat yang saya cintai karena Allah,
Saya akan paparkan tiga alasan utama kenapa saya harus menulis:

Pertama,  Menulis berarti mengikat ilmu
Ada sebuah pepatah dalam Bahasa Arab yang berbunyi:
العلم صيد والكتابة قيده. قيد صيودك بالحبال الواثقة
Artinya:
“ Ilmu itu bagaikan sebuah binatang buruan dan tulisan bagaikan pengikatnya. Maka, ikatlah buruanmu dengan pengikat yang kuat. “
Maksud dari pepatah di atas adalah jika kita ingin mengikat binatang buruan kita tentu kita membutuhkan tali yang kuat. Semakin besar binatang buruan yang kita inginkan, maka tali yang dibutuhkan pun harus memadai.
Begitupun dengan sebuah kata bernama “ILMU”. Kita memburu ilmu, lantas adakah tali untuk mengikat ilmu tersebut agar tidak hilang begitu saja? Saya akan menjawab, ada! Ya, TULISAN ! Mengapa harus tulisan?!! Semakin banyak ilmu yang kita peroleh, maka otak kita semakin penuh untuk menampung semua ilmu tersebut. Otak kita ibaratkan sebuah gelas yang terisi penuh dengan air. Apabila kita memaksa untuk mengisi gelas tersebut dengan air lagi, maka apa yang kan terjadi? Ya, air kan tumpah keluar dari gelas. Sama halnya dengan ilmu yang kita paksakan untuk masuk, dia akan keluar dari otak, alias ingatan kita tentang ilmu tersebut akan hilang.
Lantas bagaimana supaya ilmu kita tidak hilang? Ya seperti yang telah saya sampaikan sebelumnya. MENULISLAH! Dengan menulis kita memiliki bukti bahwa kita pernah memiliki ilmu tersebut. Para sahabat di zaman Rasulullah SAW saja menuliskan hafalan Al Qur’an mereka dengan perjuangan yang bisa dibilang sangat sulit, karena pada zaman tersebut media tulis tidak secanggih zaman sekarang yang melimpah ruah ini. Mereka menulis di atas batu ataupun pelepah kurma. Hal ini dilakukan supaya hafalan mereka tidak mudah hilang. Lantas, bagaimana dengan kita yang sudah difasilitasi dengan berbagai macam media untuk menulis?!!

Kedua,  Menulis berarti menginspirasi
            Menjadi seorang penulis berarti dia menuangkan apa yang dia pikirkan ataupun berbagi pengalaman kepada orang lain yang membaca karyanya. Seseorang itu bisa dinilai kehebatannya melalui karya yang ia tulis. Sebuah buku yang bisa naik cetak hingga berkali-kali itu berarti hasil karyanya telah menginspirasi para pembaca. Ada pepatah Arab yang berbunyi:
خير الناس من أحسنهم خلقا و أنفعهم للناس
Artinya:
“ Sebaik-baik manusia adalah yang akhlaknya baik dan bermanfaat bagi orang lain. “
            Banyak hal yang bisa kita lakukan agar bermanfaat bagi orang lain. Salah satunya adalah melalui tulisan. Ketika kita menulis, tanamkan ke diri kita  bagaimana caranya tulisan kita ini bisa menginspirasi orang. Bagaimana caranya supaya tulisan kita ini bermanfaat bagi orang lain. Entah itu, membuatnya bersemangat dalam menjalani hidup, atau menambah ilmunya dan lain sebagainya.
            Banyak orang bisa berubah karena membaca sebuah karya tulis. Ada orang yang awalnya biasa saja berubah menjadi luar biasa. Ada orang yang awalnya berakhlak buruk tiba-tiba bertaubat setelah membaca sebuah karya tentang kematian. Atau ada lagi orang yang menjadi semangat menikah muda (padahal sebelumnya takut tidak bisa menafkahi anak dan istri) setelah mengetahui bahwaorang yang menikah rizkinya telah dijamin oleh Allah SWT.
Itulah kenapa saya katakan menulis berarti menginspirasi. Menginspirasi dalam tanda kutip menginspirasi tentang kebaikan. Maka, berhati-hatilah dalam menulis. Karena bukan hanya satu dua orang saja yang akan membaca tulisan kita. Apalagi zaman sekarang sudah semakin canggih. Bisa saja seluruh dunia akan membaca tulisan kita. Penerbit-penerbit karya tulis sudah bertebaran di mana-mana, bahkan kita bisa juga menerbitkan karya tulis sendiri. Saking banyaknya media cetak, sulit untuk menyortir tulisan yang terbit. Sehingga, tidak bisa kita pungkiri terdapat tulisan yang menginspirasi orang untuk berperilaku tidak baik. Sebagai seorang penulis, tugas kita adalah menebar kebaikan lewat tulisan kita. Ada orang yang sifatnya malu dan gugup berbicara di depan umum, ia bisa menyampaikan ilmunya lewat tulisan. Karena ilmu yang bermanfaat pun termasuk amal jariyah, amalan yang tidak akan terputus pahalanya, meski pemiliknya telah meninggal.
Seperti yang disebutkan dalam sebuah hadis:
إذا مات ابن ادم انقطع عمله إلا ثلاث: صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له
Artinya:
“Jika seseorang anak Adam meninggal, maka terputuslah semua amalannya kecuali tiga hal, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang mendo’akan kedua orangtuanya. “

Ketiga,  Menulis berarti mengeksiskan diri
            Sebagai contoh, kita mengenal ulama-ulama besar Islam yang telah lama wafat melalui karya tulis mereka. Dengan menyelami karya tulisnya, seakan-akan kita hidup pada masa itu.
Coba kita pikirkan sejenak,  jumlah penduduk di Indonesia ini ratusan jutaorang. Dan itupun kita tidak bakalan mengenal semuanya. Dan saya bagaikan titik hitam yang tergambar di peta Indonesia. TIDAK DIKENAL! Kalau bukan kita sendiri yang mengeksiskan diri, siapa lagi? Apa ada orang mau kita suruh-suruh untuk mengenalkan diri kita ke seantero dunia?
            Menulis untuk mengeksiskan diri tidak perlu menunggu inspirasi datang. Cukup tuangkan saja apa yang terjadi hari ini ke dalam tulisan. Cukup bagikan saja apa yang ada di pikiran lewat tulisan. Tidak perlu muluk-muluk dulu berangan untuk eksis di jagad raya. Meski penduduk dunia tidak mengenal kita, setidaknya lewat tulisan,  kita dikenal oleh anak-cucu kita. Terlalu banyak kenangan dan peristiwa yang terjadi di sekeliling kita. Otak kita tidak akan sanggup untuk menampung detail semua itu. Kalau ditanya,
“ Kenapa kamu tidak menulis kegiatan harianmu? “
“ Ingatanku kan kuat. Aku masih bisa mengingat semuanya. “
Kalau dipikirkan secara logis, kita tidak mungkin bisa mengingat semua peristiwa yang terjadi di hidup kita. Anggap saja umur kita 30 tahun, itu berarti ada 360 bulan yang telah kita lalui. Ada 10800 hari kita jalani. Belum terhitung jam, menit, detik yang kita lewati dengan berbagai peristiwa hidup. Coba bayangkan, seandainya kita tidak menulis kehidupan harian kita, lalu otak kita telah termakan usia yang menjadikan kita sulit untuk mengingat. Lantas, apa yang akan kita ceritakan kepada anak-cucu-cicit kita kelak??! Bagaimana cucu kita mengenal kakek-neneknya? Apakah lewat sebuah foto saja itu cukup untuk mengenal? Jelas tidak! Saya sendiri sangat menyayangkan kenapa zaman kakek-nenek saya dulu, tradisi menulis tidak nge-trend seperti sekarang. Sehingga saya tidak mengenal kakek-nenek saya secara detail. Karena memang mereka berdua meninggal jauh sebelum sebelum saya dilahirkan. So, saran saya, Biarlah tulisan yang berbicara dan dunia akan tahu bahwa kita pernah ada.
Semoga Bermanfaat.


            Istana Cinta, Ahad 15 November 2015





Kenapa Saya Harus Menulis


Kenapa Saya Harus Menulis?
Oleh Olyvia Tahta Alvina

Sahabat yang saya cintai karena Allah.. 
Pada postingan saya kali ini, saya akan membahas tentang alasan kenapa saya harus menulis. Berawaldari keikutsertaan saya bersama keluarga baru saya di Kelas Menulis Online (KMO) 4 yang diasuh oleh Pak Tendi Murti akhirnya terlahirlah artikel ini sebagai hasil belajar saya pada minggu pertama di KMO 4 ini.

Sahabat yang saya cintai karena Allah,
Saya akan paparkan tiga alasan utama kenapa saya harus menulis:

Pertama,  Menulis berarti mengikat ilmu
Ada sebuah pepatah dalam Bahasa Arab yang berbunyi:
العلم صيد والكتابة قيده. قيد صيودك بالحبال الواثقة
Artinya:
“ Ilmu itu bagaikan sebuah binatang buruan dan tulisan bagaikan pengikatnya. Maka, ikatlah buruanmu dengan pengikat yang kuat. “
Maksud dari pepatah di atas adalah jika kita ingin mengikat binatang buruan kita tentu kita membutuhkan tali yang kuat. Semakin besar binatang buruan yang kita inginkan, maka tali yang dibutuhkan pun harus memadai.
Begitupun dengan sebuah kata bernama “ILMU”. Kita memburu ilmu, lantas adakah tali untuk mengikat ilmu tersebut agar tidak hilang begitu saja? Saya akan menjawab, ada! Ya, TULISAN ! Mengapa harus tulisan?!! Semakin banyak ilmu yang kita peroleh, maka otak kita semakin penuh untuk menampung semua ilmu tersebut. Otak kita ibaratkan sebuah gelas yang terisi penuh dengan air. Apabila kita memaksa untuk mengisi gelas tersebut dengan air lagi, maka apa yang kan terjadi? Ya, air kan tumpah keluar dari gelas. Sama halnya dengan ilmu yang kita paksakan untuk masuk, dia akan keluar dari otak, alias ingatan kita tentang ilmu tersebut akan hilang.
Lantas bagaimana supaya ilmu kita tidak hilang? Ya seperti yang telah saya sampaikan sebelumnya. MENULISLAH! Dengan menulis kita memiliki bukti bahwa kita pernah memiliki ilmu tersebut. Para sahabat di zaman Rasulullah SAW saja menuliskan hafalan Al Qur’an mereka dengan perjuangan yang bisa dibilang sangat sulit, karena pada zaman tersebut media tulis tidak secanggih zaman sekarang yang melimpah ruah ini. Mereka menulis di atas batu ataupun pelepah kurma. Hal ini dilakukan supaya hafalan mereka tidak mudah hilang. Lantas, bagaimana dengan kita yang sudah difasilitasi dengan berbagai macam media untuk menulis?!!

Kedua,  Menulis berarti menginspirasi
            Menjadi seorang penulis berarti dia menuangkan apa yang dia pikirkan ataupun berbagi pengalaman kepada orang lain yang membaca karyanya. Seseorang itu bisa dinilai kehebatannya melalui karya yang ia tulis. Sebuah buku yang bisa naik cetak hingga berkali-kali itu berarti hasil karyanya telah menginspirasi para pembaca. Ada pepatah Arab yang berbunyi:
خير الناس من أحسنهم خلقا و أنفعهم للناس
Artinya:
“ Sebaik-baik manusia adalah yang akhlaknya baik dan bermanfaat bagi orang lain. “
            Banyak hal yang bisa kita lakukan agar bermanfaat bagi orang lain. Salah satunya adalah melalui tulisan. Ketika kita menulis, tanamkan ke diri kita  bagaimana caranya tulisan kita ini bisa menginspirasi orang. Bagaimana caranya supaya tulisan kita ini bermanfaat bagi orang lain. Entah itu, membuatnya bersemangat dalam menjalani hidup, atau menambah ilmunya dan lain sebagainya.
            Banyak orang bisa berubah karena membaca sebuah karya tulis. Ada orang yang awalnya biasa saja berubah menjadi luar biasa. Ada orang yang awalnya berakhlak buruk tiba-tiba bertaubat setelah membaca sebuah karya tentang kematian. Atau ada lagi orang yang menjadi semangat menikah muda (padahal sebelumnya takut tidak bisa menafkahi anak dan istri) setelah mengetahui bahwaorang yang menikah rizkinya telah dijamin oleh Allah SWT.
Itulah kenapa saya katakan menulis berarti menginspirasi. Menginspirasi dalam tanda kutip menginspirasi tentang kebaikan. Maka, berhati-hatilah dalam menulis. Karena bukan hanya satu dua orang saja yang akan membaca tulisan kita. Apalagi zaman sekarang sudah semakin canggih. Bisa saja seluruh dunia akan membaca tulisan kita. Penerbit-penerbit karya tulis sudah bertebaran di mana-mana, bahkan kita bisa juga menerbitkan karya tulis sendiri. Saking banyaknya media cetak, sulit untuk menyortir tulisan yang terbit. Sehingga, tidak bisa kita pungkiri terdapat tulisan yang menginspirasi orang untuk berperilaku tidak baik. Sebagai seorang penulis, tugas kita adalah menebar kebaikan lewat tulisan kita. Ada orang yang sifatnya malu dan gugup berbicara di depan umum, ia bisa menyampaikan ilmunya lewat tulisan. Karena ilmu yang bermanfaat pun termasuk amal jariyah, amalan yang tidak akan terputus pahalanya, meski pemiliknya telah meninggal.
Seperti yang disebutkan dalam sebuah hadis:
إذا مات ابن ادم انقطع عمله إلا ثلاث: صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له
Artinya:
“Jika seseorang anak Adam meninggal, maka terputuslah semua amalannya kecuali tiga hal, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang mendo’akan kedua orangtuanya. “

Ketiga,  Menulis berarti mengeksiskan diri
            Sebagai contoh, kita mengenal ulama-ulama besar Islam yang telah lama wafat melalui karya tulis mereka. Dengan menyelami karya tulisnya, seakan-akan kita hidup pada masa itu.
Coba kita pikirkan sejenak,  jumlah penduduk di Indonesia ini ratusan jutaorang. Dan itupun kita tidak bakalan mengenal semuanya. Dan saya bagaikan titik hitam yang tergambar di peta Indonesia. TIDAK DIKENAL! Kalau bukan kita sendiri yang mengeksiskan diri, siapa lagi? Apa ada orang mau kita suruh-suruh untuk mengenalkan diri kita ke seantero dunia?
            Menulis untuk mengeksiskan diri tidak perlu menunggu inspirasi datang. Cukup tuangkan saja apa yang terjadi hari ini ke dalam tulisan. Cukup bagikan saja apa yang ada di pikiran lewat tulisan. Tidak perlu muluk-muluk dulu berangan untuk eksis di jagad raya. Meski penduduk dunia tidak mengenal kita, setidaknya lewat tulisan,  kita dikenal oleh anak-cucu kita. Terlalu banyak kenangan dan peristiwa yang terjadi di sekeliling kita. Otak kita tidak akan sanggup untuk menampung detail semua itu. Kalau ditanya,
“ Kenapa kamu tidak menulis kegiatan harianmu? “
“ Ingatanku kan kuat. Aku masih bisa mengingat semuanya. “
Kalau dipikirkan secara logis, kita tidak mungkin bisa mengingat semua peristiwa yang terjadi di hidup kita. Anggap saja umur kita 30 tahun, itu berarti ada 360 bulan yang telah kita lalui. Ada 10800 hari kita jalani. Belum terhitung jam, menit, detik yang kita lewati dengan berbagai peristiwa hidup. Coba bayangkan, seandainya kita tidak menulis kehidupan harian kita, lalu otak kita telah termakan usia yang menjadikan kita sulit untuk mengingat. Lantas, apa yang akan kita ceritakan kepada anak-cucu-cicit kita kelak??! Bagaimana cucu kita mengenal kakek-neneknya? Apakah lewat sebuah foto saja itu cukup untuk mengenal? Jelas tidak! Saya sendiri sangat menyayangkan kenapa zaman kakek-nenek saya dulu, tradisi menulis tidak nge-trend seperti sekarang. Sehingga saya tidak mengenal kakek-nenek saya secara detail. Karena memang mereka berdua meninggal jauh sebelum sebelum saya dilahirkan. So, saran saya, Biarlah tulisan yang berbicara dan dunia akan tahu bahwa kita pernah ada.
Semoga Bermanfaat.


            Istana Cinta, Ahad 15 November 2015





Kenapa Saya Harus Menulis


Kenapa Saya Harus Menulis?
Oleh Olyvia Tahta Alvina

Sahabat yang saya cintai karena Allah.. 
Pada postingan saya kali ini, saya akan membahas tentang alasan kenapa saya harus menulis. Berawaldari keikutsertaan saya bersama keluarga baru saya di Kelas Menulis Online (KMO) 4 yang diasuh oleh Pak Tendi Murti akhirnya terlahirlah artikel ini sebagai hasil belajar saya pada minggu pertama di KMO 4 ini.

Sahabat yang saya cintai karena Allah,
Saya akan paparkan tiga alasan utama kenapa saya harus menulis:

Pertama,  Menulis berarti mengikat ilmu
Ada sebuah pepatah dalam Bahasa Arab yang berbunyi:
العلم صيد والكتابة قيده. قيد صيودك بالحبال الواثقة
Artinya:
“ Ilmu itu bagaikan sebuah binatang buruan dan tulisan bagaikan pengikatnya. Maka, ikatlah buruanmu dengan pengikat yang kuat. “
Maksud dari pepatah di atas adalah jika kita ingin mengikat binatang buruan kita tentu kita membutuhkan tali yang kuat. Semakin besar binatang buruan yang kita inginkan, maka tali yang dibutuhkan pun harus memadai.
Begitupun dengan sebuah kata bernama “ILMU”. Kita memburu ilmu, lantas adakah tali untuk mengikat ilmu tersebut agar tidak hilang begitu saja? Saya akan menjawab, ada! Ya, TULISAN ! Mengapa harus tulisan?!! Semakin banyak ilmu yang kita peroleh, maka otak kita semakin penuh untuk menampung semua ilmu tersebut. Otak kita ibaratkan sebuah gelas yang terisi penuh dengan air. Apabila kita memaksa untuk mengisi gelas tersebut dengan air lagi, maka apa yang kan terjadi? Ya, air kan tumpah keluar dari gelas. Sama halnya dengan ilmu yang kita paksakan untuk masuk, dia akan keluar dari otak, alias ingatan kita tentang ilmu tersebut akan hilang.
Lantas bagaimana supaya ilmu kita tidak hilang? Ya seperti yang telah saya sampaikan sebelumnya. MENULISLAH! Dengan menulis kita memiliki bukti bahwa kita pernah memiliki ilmu tersebut. Para sahabat di zaman Rasulullah SAW saja menuliskan hafalan Al Qur’an mereka dengan perjuangan yang bisa dibilang sangat sulit, karena pada zaman tersebut media tulis tidak secanggih zaman sekarang yang melimpah ruah ini. Mereka menulis di atas batu ataupun pelepah kurma. Hal ini dilakukan supaya hafalan mereka tidak mudah hilang. Lantas, bagaimana dengan kita yang sudah difasilitasi dengan berbagai macam media untuk menulis?!!

Kedua,  Menulis berarti menginspirasi
            Menjadi seorang penulis berarti dia menuangkan apa yang dia pikirkan ataupun berbagi pengalaman kepada orang lain yang membaca karyanya. Seseorang itu bisa dinilai kehebatannya melalui karya yang ia tulis. Sebuah buku yang bisa naik cetak hingga berkali-kali itu berarti hasil karyanya telah menginspirasi para pembaca. Ada pepatah Arab yang berbunyi:
خير الناس من أحسنهم خلقا و أنفعهم للناس
Artinya:
“ Sebaik-baik manusia adalah yang akhlaknya baik dan bermanfaat bagi orang lain. “
            Banyak hal yang bisa kita lakukan agar bermanfaat bagi orang lain. Salah satunya adalah melalui tulisan. Ketika kita menulis, tanamkan ke diri kita  bagaimana caranya tulisan kita ini bisa menginspirasi orang. Bagaimana caranya supaya tulisan kita ini bermanfaat bagi orang lain. Entah itu, membuatnya bersemangat dalam menjalani hidup, atau menambah ilmunya dan lain sebagainya.
            Banyak orang bisa berubah karena membaca sebuah karya tulis. Ada orang yang awalnya biasa saja berubah menjadi luar biasa. Ada orang yang awalnya berakhlak buruk tiba-tiba bertaubat setelah membaca sebuah karya tentang kematian. Atau ada lagi orang yang menjadi semangat menikah muda (padahal sebelumnya takut tidak bisa menafkahi anak dan istri) setelah mengetahui bahwaorang yang menikah rizkinya telah dijamin oleh Allah SWT.
Itulah kenapa saya katakan menulis berarti menginspirasi. Menginspirasi dalam tanda kutip menginspirasi tentang kebaikan. Maka, berhati-hatilah dalam menulis. Karena bukan hanya satu dua orang saja yang akan membaca tulisan kita. Apalagi zaman sekarang sudah semakin canggih. Bisa saja seluruh dunia akan membaca tulisan kita. Penerbit-penerbit karya tulis sudah bertebaran di mana-mana, bahkan kita bisa juga menerbitkan karya tulis sendiri. Saking banyaknya media cetak, sulit untuk menyortir tulisan yang terbit. Sehingga, tidak bisa kita pungkiri terdapat tulisan yang menginspirasi orang untuk berperilaku tidak baik. Sebagai seorang penulis, tugas kita adalah menebar kebaikan lewat tulisan kita. Ada orang yang sifatnya malu dan gugup berbicara di depan umum, ia bisa menyampaikan ilmunya lewat tulisan. Karena ilmu yang bermanfaat pun termasuk amal jariyah, amalan yang tidak akan terputus pahalanya, meski pemiliknya telah meninggal.
Seperti yang disebutkan dalam sebuah hadis:
إذا مات ابن ادم انقطع عمله إلا ثلاث: صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له
Artinya:
“Jika seseorang anak Adam meninggal, maka terputuslah semua amalannya kecuali tiga hal, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang mendo’akan kedua orangtuanya. “

Ketiga,  Menulis berarti mengeksiskan diri
            Sebagai contoh, kita mengenal ulama-ulama besar Islam yang telah lama wafat melalui karya tulis mereka. Dengan menyelami karya tulisnya, seakan-akan kita hidup pada masa itu.
Coba kita pikirkan sejenak,  jumlah penduduk di Indonesia ini ratusan jutaorang. Dan itupun kita tidak bakalan mengenal semuanya. Dan saya bagaikan titik hitam yang tergambar di peta Indonesia. TIDAK DIKENAL! Kalau bukan kita sendiri yang mengeksiskan diri, siapa lagi? Apa ada orang mau kita suruh-suruh untuk mengenalkan diri kita ke seantero dunia?
            Menulis untuk mengeksiskan diri tidak perlu menunggu inspirasi datang. Cukup tuangkan saja apa yang terjadi hari ini ke dalam tulisan. Cukup bagikan saja apa yang ada di pikiran lewat tulisan. Tidak perlu muluk-muluk dulu berangan untuk eksis di jagad raya. Meski penduduk dunia tidak mengenal kita, setidaknya lewat tulisan,  kita dikenal oleh anak-cucu kita. Terlalu banyak kenangan dan peristiwa yang terjadi di sekeliling kita. Otak kita tidak akan sanggup untuk menampung detail semua itu. Kalau ditanya,
“ Kenapa kamu tidak menulis kegiatan harianmu? “
“ Ingatanku kan kuat. Aku masih bisa mengingat semuanya. “
Kalau dipikirkan secara logis, kita tidak mungkin bisa mengingat semua peristiwa yang terjadi di hidup kita. Anggap saja umur kita 30 tahun, itu berarti ada 360 bulan yang telah kita lalui. Ada 10800 hari kita jalani. Belum terhitung jam, menit, detik yang kita lewati dengan berbagai peristiwa hidup. Coba bayangkan, seandainya kita tidak menulis kehidupan harian kita, lalu otak kita telah termakan usia yang menjadikan kita sulit untuk mengingat. Lantas, apa yang akan kita ceritakan kepada anak-cucu-cicit kita kelak??! Bagaimana cucu kita mengenal kakek-neneknya? Apakah lewat sebuah foto saja itu cukup untuk mengenal? Jelas tidak! Saya sendiri sangat menyayangkan kenapa zaman kakek-nenek saya dulu, tradisi menulis tidak nge-trend seperti sekarang. Sehingga saya tidak mengenal kakek-nenek saya secara detail. Karena memang mereka berdua meninggal jauh sebelum sebelum saya dilahirkan. So, saran saya, Biarlah tulisan yang berbicara dan dunia akan tahu bahwa kita pernah ada.
Semoga Bermanfaat.


            Istana Cinta, Ahad 15 November 2015